Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar setelah negara Brazil (highest diversity) sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat dimanfaatkan secara lestari dan menjadi modal penting bagi pembangunan nasional, yaitu untuk (1) memenuhi Pangan (food), Pakan (feed), dan energi (fuel), (2) meningkatkan taraf hidup, serta (3) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Kekayaan sumber daya alam tersebut harus dipergunakan dengan baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup serta kemakmuran kehidupan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Agar penggunaannya dapat berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang, berbagai jenis sumber daya alam hayati berupa aneka ragam jenis Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya.
Pelindungan terhadap sumber daya alam hayati merupakan perwujudan dari tujuan bernegara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Salah satu bentuk pelindungan dilakukan melalui penyelenggaraan Karantina sebagai upaya yang dilakukan negara untuk melindungi dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan Karantina telah banyak melalui perubahan dan perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir. Hal itu berdampak signifikan dalam penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, terutama laju arus perdagangan antarnegara. Keterkaitan perdagangan dengan Karantina melibatkan ketentuan dan kesepakatan sanitary and phgtosanitary (SPS) di bawah perjanjian World Trade Organization (WTO). Berbagai standar Keamanan Pangan yang menyangkut Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, juga manusia dirangkum dalam standar internasional. Untuk Keamanan Pangan diatur dalam Codex Alimentarius, kesehatan hewan dalam The Office International des Epizooties atau The World Organization for Animal Health (OIE), dan Hama Penyakit Tumbuhan dalam International Plant Protection Convention (IPPC). Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi juga berdampak pada sektor Karantina yang menuntut proses cepat, efesien, efektif, dan transparan. Di era bioteknologi, Agensia Hayati tidak lagi sekedar organisme alamiah, akan tetapi juga berupa organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism (GMO) dan kemungkinan penyalahgunaan sumber daya alam hayati tersebut menjadi senjata biologis (bioterorism) yang harus segera diantisipasi dengan tindakan nyata serta bersifat preventif dan kuratif dalam mengontrol lalu lintas Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta produk turunannya.
Penyelenggaran Karantina di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, tetapi undang-undang tersebut tidak lagi mampu mengikuti perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Perubahan di lingkungan strategis, baik yang berskala nasional maupun internasional, mempengaruhi penyelenggaraan Karantina. Hal itu diikuti dengan berlakunya beberapa undang-undang terkait penyelenggaraan Karantina, antara lain:
1. | Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to The Convention of Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), mengatur mengenai ketentuan konvensi keanekaragaman hayati serta kerja sama pengembangan dan penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia secara internasional dalam hal pengelolaan bioteknologi yang tepat guna, etis, dan aman, serta pengelolaan risiko untuk keamanan hayati. |
2. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Karantina tidak hanya terbatas pada upaya pencegahan masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, tetapi juga dituntut untuk melaksanakan fungsi Karantina dan keamanan hayati dari cemaran organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMo), invasive alien species (IAS), dan food safety. |
3. | Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang mensyaratkan mutu hasil perikanan dalam pemeriksaan Karantina Ikan. |
4. | Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan Interrtational Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agrianlture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian), mengatur mengenai terselenggaranya sistem multilateral mengenai akses terhadap SDG tanaman pangan dan pertanian sehingga diperlukan tindakan Karantina untuk mencegah masuknya organisme pengganggu Tumbuhan, khususnya yang eksotis, yang kemungkinan terbawa oleh pemasukan SDG tanaman Pangan dan pertanian tersebut. |
5. | Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan jo. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur kewenangan otoritas veteriner yang harus disinergikan dengan fungsi Karantina serta pemberlakuan pulau Karantina bagi pemasukan Hewan yang bebas penyakit menular dari suatu zona dalam negara yang tidak bebas penyakit. |
6. | Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos yang mengatur barang kiriman pos, baik berupa barang pos universal maupun barang pos lainnya dari dan ke luar negeri yang diperlakukan sebagai barang impor dan ekspor harus diperlakukan sebagai objek Karantina. |
7. | Undang-Undang Nomor 18 Tahun 20l2 tentang Pangan terdapat ketentuan mengenai pengawasan Keamanan Pangan berupa standar dan pedoman keamanan, mutu, dan gizi pangan di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. |
Dengan demikian agar penyelenggaraan Karantina dapat optimal, keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dilakukan penyesuaian mengikuti perkembangan serta kebutuhan di masyarakat. Penyesuaian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tersebut dilakukan agar penyelenggaraan Karantina mencegah masuknya HPHK, HPIK, dan OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah keluarnya HPHK, HPIK, dan organisme pengganggu Tumbuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah masuk dan tersebarnya Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, dan PRG, yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan dan kelestarian lingkungan; mencegah masuknya Pangan atau Pakan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan mutu; mencegah keluarnya Tumbuhan dan Satwa Liar serta Tumbuhan dan Satwa Langka dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan melindungi kelestarian SDG Indonesia yang berupa Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dilaksanakan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, pelindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan kelestarian.
Penyelenggaraan Karantina mencakup pengaturan Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa, Pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka, serta kelembagaan yang menjamin terselenggaranya Karantina. Lingkup pengaturannya meliputi penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; penetapan jenis HPHK, HPIK, dan OPTK, dan Media Pembawa; pelaksanaan tindakan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; pengawasan dan pengendalian Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka; Kawasan Karantina; Ketertelusuran; sistem informasi Karantina; jasa Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; fungsi intelijen, kepolisian khusus, dan penyidikan; kerja sama perkarantinaan; dan pendanaan.
II. | PENJELASAN PASAL DEMI PASAL (disesuaikan dengan Link/Tautan Berwarna Biru) |